Senin, 18 April 2011

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PRODUSEN

Kenaikan harga merupakan suatu permasalahan yang selalu terjadi di dalam kegiatan ekonomi dan tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga akan membawa pengaruh terhadap setiap elemen masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan ekonomi tersebut, seperti produsen, konsumen, pemerintah, dll. Disini akan dijelaskan tentang dampak kenaikan harga bagi konsumen. Sebelum masuk kedalam inti dari pokok permasalahan tersebut, akan dijelaskan tentang pengertian dari produsen.

Pengertian Produsen

Dalam ilmu ekonomi, produsen merupakan sekelompok orang atau badan usaha yang menghasilkan barang dan jasa untuk dijual atau dipasarkan dalam berbagai kegiatan ekonomi. Dalam memasarkan barang – barang dagang dan juga jasanya biasanya produsen menawarkan harga yang relatif lebih murah karena prudusen merupakan agen – agen langsung yang banyak dicari oleh orang – orang khususnya para pedagang untuk membeli barang dagangan yang nanti akan mereka jual kembali tetapi dengan harga yang relatif lebih mahal.

Dampak Kenaikan Harga Terhadap Produsen

Secara umum, Kenaikan harga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga tersebut berkaitan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi, tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan kondisi seperti ini produsen harus mencari inisiatif untuk menekan harga produksi. Banyak dari para produsen yang akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual barang dagangannya, tetapi hal ini dapat berdampak menurunnya tingkat penjualan karena konsumen enggan membeli barang dengan harga tinggi, apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia yang warganya memiliki tingkat konsumtif tinggi namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata lain masyarakat akan cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah mungkin dan menomor dua kan kualitas.

Hal ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga ini dengan cara memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen tempe yang memperkecil ukuran tempe yang dijualnya atau seorang pengusaha kuliner yang mengurangi porsi penyajian makanannya sehingga tak perlu menaikkan harga jual barang yang diproduksinya dan dapat mempertahankan konsumennya. Sekalipun mendapat protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi.

Tetapi tidak semua produsen dapat menggunakan cara tesebut, ambil contoh seorang produsen pakaian, mustahil baginya untuk memperkecil ukuran baju atau hanya menjual pakaian yang berukuran kecil saja. Sama halnya dengan produsen mebel , tak mungkin juga baginya memproduksi mebel,misal memperkecil ukuran kursi yang diproduksinya. Produsen-produsen barang semacam ini kebanyakan memilih untuk menggunakan bahan baku dengan kualitas “nomor dua” dimana biasanya bahan baku seperti ini memiliki harga yang lebih rendah. Sehingga para konsumen yang tidak mungkin membeli dengan harga mahal mau tidak mau akan membeli barang produksinya sekalipun barang tersebut berkualitas rendah.

Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua, karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk. Tingginya tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat barang-barang ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan besar-besaran yang menyebabkan langkanya barang-barang tersebut. Beberapa produsen seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-barang tersebut, bagai makan buah simalakama, dengan menakkan harga konsumen akan pergi satu-persatu namun jika tidak menaikkan harga mereka akan rugi besar. Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sayuran ataupun buah yang mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

Jadi secara garis besar, kenaikan harga (dalam hal ini kenaikan harga bahan baku produksi) lebih banyak memberikan dampak negatif bagi para produsen karena dengan kenaikan harga bahan baku produksi, mereka dipaksa untuk melakukan pilihan sulit seperti menaikkan harga jual produk, pengurangan kuantitas penjualan produk, dan penggunaan bahan baku produksi dengan kualitas yang lebih rendah. Itu semua mereka lakukan dengan berbagai resiko, seperti menurunnya hasil penjualan produk karena ditinggalkan konsumen, dan lain-lain. Namun mereka harus tetap melakukan itu untuk menjaga kelangsungan hidup usaha produksi mereka.

Solusi

Bagi produsen, kenaikan harga dapat berdampak baik bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila kenaikan harga menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Sehingga produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju kenaikan harga, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

0 komentar :

Posting Komentar